Acak.
Bagai
raja tak bermahkota, bagai laut tak beriak, dan bagai bumi tak bernafas.
Tumbang! Selemah itukah aku sekarang? Dilema? Ada yang salah dengan diriku.
Antara otak dan hatiku sudah tak sinkron lagi. Sekuat-kuatnya aku bergejolak
dengan rindu pasti akan tumbang dan kalah logikaku ini.
Jika
kamu ingin tinggal di sini, tinggalah seterusnya. Jika kamu ingin pergi,
pergilah hari ini. Jika kamu mau berubah, berubahlah untuk yang lebih baik.
Terakhir adalah ketika kamu berbicara, buat perkataanmu itu adalah benar
adanya. Akan selalu ada seseorang yang lebih baik dari diriku, entah fisiknya,
entah perilakunya, entah ketaatannya pada agama, tapi apa aku bisa meminta
sedikit perhatianmu untukku sekarang? Monokrom.
Aku
sudah berusaha jadi yang selalu ada buatmu, tetapi hasilnya nihil. Aku sudah
memposisikan diriku untuk selalu sedia untuk kamu saat kau butuh, tapi kosong.
Mungkin aku terlalu sombong dan yakin bahwa nanti kamu akan membalasnya dengan
hal yang sama. Tapi tenang, aku sudah menyiapkan tameng untuk jadi yang tidak
diutamakan. Ironi.
Apakah
kamu baik-baik saja? Selalu dengan
pertanyaan yang sama. Aku baik-baik saja. Selalu dengan kebohongan yang sama.
Mungkin aku terlalu lelah menyimpan semua ini dan menutupi dengan sebuah
kebohongan. Aku mengejarmu, tetapi kau terus berlari sehingga kau tidak tahu
bahwa aku nanti akan letih untuk mencari jejakmu lagi. Kapan kamu menoleh ke
belakang untuk melihatku? Entah.
Aku
tak tahu sampai kapan kamu masih menganggapku orang asing. Apakah senyum yang
aku lihat selama ini dari bibirmu itu asli atau hanya sekedar melegakan
pemikiranku. Liar berlari antara logikaku dengan hatiku, saling menyalahakan
satu sama lain untuk mendapat kemenangan.
Sejujurnya
aku hanya ingin kau lihat dan kau balas. Lihatlah aku yang selalu mendoakanmu
dan berusaha jadi sesuai dengan idealmu. Jangan abaikan seseorang yang
menyayangimu, peduli kepadamu, dan yang selalu merindumu. Karena suatu saat,
kamu akan terbangun dari tidur lelapmu dan tersadar bahwa kamu kehilangan bulan
ketika kamu terlalu sibuk menghitung bintang.
Maafkan
atas semua egoku ini, aku hanya seorang hamba tuhan yang punya hati sama
seperti dirimu. Tapi lihatlah aku di sini berdiri untuk mencoba sayang kepadamu.
Mungkin terlalu cepat, aku tidak peduli karena aku yakin. Aku selalu rindu, dan
aku selalu kalah ketika aku berhadapan dengannya. Semua ini terasa acak.
Comments
Post a Comment